"Skemanya adalah menciptakan daratan terlebih dahulu, kemudian menerbitkan sertifikat untuk membuatnya seolah legal. Sertifikat muncul karena ada Perda," ungkapnya.
Henri menambahkan bahwa seluruh proses perizinan ini dilakukan sebelum diberlakukannya sistem perizinan online OSS (Online Single Submission), yang mulai diterapkan pada 2018 untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi administrasi perizinan.
Baca Juga:
Kasus Pagar Laut Tangerang Memanas: SHGB Dicabut, 6 Pejabat Dicopot dan Diselidiki Kejagung
Hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Tangerang belum memberikan konfirmasi terkait penerbitan Perda tersebut. Saat dihubungi, Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang, Soma Atmaja, tidak merespons, begitu pula Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Tangerang, Hendri Hermawan.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang, Yayat Adiat, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerbitkan SHM seluas 300 hektare di Desa Kohod.
Berdasarkan dokumen yang ada, tanah tersebut telah memiliki izin sebelum sertifikat diterbitkan.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi SHGB Pagar Laut Tangerang Mulai Diselidiki Kejagung
Yayat menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat dilakukan sesuai prosedur standar.
"Jika kita lihat dari overlay dan peta pendaftaran BPN serta Perda Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023, tanah tersebut sudah termasuk dalam pola ruang Provinsi Banten," katanya kepada Tempo pada Kamis, 16 Januari 2025. Yayat menambahkan bahwa HGB tersebut mulai diterbitkan pada Agustus 2023, setelah Perda terkait disahkan.
Isu pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang mencuat pada awal tahun ini karena pemasangan bambu sepanjang 30,16 kilometer menyulitkan nelayan dalam mencari ikan.