3. Pagar laut merusak ekosistem
Tak hanya kerugian ekonomi, kondisi ekosistem laut juga turut terkena imbas negatif karena keberadaan pagar laut. Adriani Sunuddin, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, memaparkan sejumlah dampak negatif dari pagar laut.
Baca Juga:
Pagar Laut di Bekasi Ternyata untuk Reklamasi, Ungkap Ini Tujuannya
Katanya, pagar laut ini memantik terjadinya modifikasi aliran air dan sedimen, gangguan biota laut, kerusakan habitat, hingga pembatasan akses nelayan.
Lebih lanjut, Adriani juga menyebut bahwa munculnya pagar laut merupakan bukti dari buruknya koordinasi lintas sektor pembangunan.
“Khususnya, terkait pengelolaan ruang yang mendorong pengelolaan perikanan dan keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir, serta sentralisasi pembangunan yang masih berorientasi darat,” jelasnya.
Baca Juga:
Brigjen Djuhandani Ungkap Sosok AR dalam Kasus Pagar Laut di Tangerang
4. Pagar laut Tangerang milik siapa?
Penelusuran Mongabay mengungkap pagar laut ini dikuasai sejumlah pihak dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Data situs Bhumi ATR/BPN mengungkap bahwa perairan berpagar di Desa Kohod dan Tanjung Burung sudah bersertifikat. Jika diukur, luasnya mencapai 400 hektare.
Bahkan penelusuran melalui teknologi menunjukkan kepemilikan sertifikat ini berada di laut. Nusron Wahid, Menteri ATR/BPN dalam rapat dengar pendapat di Komisi II DPR menyebutkan ada hak atas tanah di sepanjang pagar laut dengan jumlah 263 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) seluas 390,7 hektare dan 17 bidang hak milik seluas 22 hektare.